Senin, 27 November 2017

KOPI BUAH TANGAN PERSAUDARAAN


KOPI BUAH TANGAN PERSAUDARAAN


    Sejarah mencatat tanaman kopi berasal dari Abyssina, memasuki abad ke-17 orang-orang Eropa mulai mengembangkanperkebunan kopi sendiri. Mereka membudidayakanya di daerah jajahanya yang tersebar di berbagai penjuru bumi. Salah satunya di pulau Jawa. Pada masa itu kopi dari Jawa sempat menjadi primadona pasar kopi dunia. Kopi Jawa popular dengan sebutan “Cup of Java”,
secara harfiah artinya”secangkir Jawa”. 

    Menurut William H. Ukers dalam bukunya All About Coffe (1992) kata “kopi” mulai masuk dalam bahasa Eropa sekitar tahun 1600-an diadaptasi dari bahasa Arab “Qahwa”. Istilah Kopi tidak langsung dari bahas Arab, tetapi melalui istilah bahasa Turki “Kahveh”. 

    Al kisah konon di kota Mocha, Yaman. Hidup seorang tabib sekaligus sufi yang taat beribadah, bernama Ali bin Omar al Shadhili. Beliau terkenal terkenal sebagai tabib. Suatu waktu Omar mendapat ujian Fitnah, bahwasanya Omar beraliansi dengan setan, hingga Omar terusir jauh dari kota. Dalam pengasingannya di perjalanan Omar berlindung di sebuah gua. Omar yang merasa lapar menemukan buah beri berwarna merah. Omar memakan buah itu untuk mengusir rasa laparnya karena rasanya pahit, ia mengolahnya dengan cara memanggang dan merebusnya. Melotot matanya, ketika ia secara tidak sengaja meminum air rebusannya karena cita rasa yang membuat Omar mendapat tenaga ekstra. Dengan seiring waktu kabar itu berhembus kencang dan Omar terkenal dengan obat barunya, hingga ia diminta kembali pulang ke kotanya. 

     Kopi sudah menjadi rahim di meja orang Indonesia, menikmati kopi dengan keluarga, sahabat, dan kekasih. Berbincang habis mencincang kata-kata soal permasalahan dari segi, historis, paradigma individu, hingga agama. Benar adanya menurut kisah Omar, ada kekuatan ekstra yang tersimpan disana, yang kita implementasikan menjadi sebuah buah tangan penyambung hati menuju persaudaraan. Kita tahu betul histori pahitnya kopi, namun rasa ekstra ditubuh yang menjadi pengikat magis kebhinekaan. 

    Memang rasa-rasanya ada pembukaan diri disaat kita menawarkan secangkir kopi kepada orang-orang di lingkungan kita. Seakan kita diajak untuk membuat tali persaudaraan, memunculkan penghargaan diri dan pengangkatan derajat seseorang. Karena sejatinya kopi bukan untuk dinikmati dalam kesendirian dan keegoisan jiwa. Membuat karat hati kita, hingga kita lupa dengan orang-orang terdekat kita. Kita hapus kesenjangan sosial di ibu pertiwi ini dengan secangkir kopi bersama mereka. Jangan biarkan kita bersikap individualistik absolut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komunikasi Politik “untuk” MAPACH (Mahasiswa Pecinta Alam Civics Hukum)

Komunikasi Politik “untuk” MAPACH (Mahasiswa Pecinta Alam Civics Hukum) Melihat komunikasi politik pada kegunaannya yaitu : “Untuk me...