Revolusi?
Dewasa
ini kata revolusi makin riuh terdengar , mendayu-dayu namun tajam, keras dan
tabu terdengar di telinga mahasiswa baru, bahkan sekalipun untuk mahasiswa
tingkat akhir. Gagasan revolusi juga masuk dalam formatur tubuh HMCH (Himpunan
Mahasiswa Civics Hukum), seakan-akan ada
implikasi ceremonial akan munculnya pemimpin baru yang dapat, merubah dan
mensejahterakan kolega-kolega kita di HMCH.
Lalu,
apa itu Revolusi? Begitu komprehensif jika dibahas, namun Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia revolusi adalah perubahan ketatanegaraan (pemerintahan atau
keadaan sosial), yang dilakukan dengan kekerasan (seperti dengan perlawanan
bersenjata) atau perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang:. Begitu
hebatnya kata-kata itu, begitu indah bagi sebagian orang, begitu cemerlangnya,
dan bagi sebagian orang begitu mencekam kata-kata itu, ada sisi trauma dan
phobia, bahkan dapat mengungkit masalalu kelam dan menjadi titik kulminasi dari
keinginan dan cita-cita.
Revolusi
muncul dimana-mana, salah satunya adanya revolusi Prancis (1789-1799) Pada saat
itu, keadaan keuangan negara Perancis kosong karena dihambur-hamburkan oleh
raja bersama permaisurinya yang bernama Maria Antoinette. Golongan pajak dan
golongan agama tidak membayar pajak karena sebelumnya tidak wajib pajak.
Akibatnya, rakyat yang menanggung beban berbagai macam pajak.
Tujuan
Revolusi Perancis sendiri bertujuan untuk menumbangkan kekuasaan raja yang
bersifat monarki absolut (feodal).
Revolusi Perancis didukung dengan semboyan kebebasan, persamaan, dan
persaudaraan (liberte, egalite, dan
fraternite). Hingga meletusnya Revolusi Perancis Pada tanggal 14 Juli 1789,
rakyat yang marah menyerbu Penjara Bastille. Mereka membubarkan semua tahanan
politik yang seluruhnya berjumlah tujuh orang, membunuh penjaga penjara dan
para pejabatnya serta merebut amunisi yang tersimpan di penjara tersebut.
Dampak
Revolusi Perancis adalah munculnya paham
nasionalisme. Kemudian munculnya paham demokrasi. Munculnya perlindungan hak asasi manusia. Munculnya
golongan terpelajar akibat adanya politik etis. Golongan terpelajar inilah yang
peduli akan nasib bangsanya. Mereka ingin menyelamatkan bangsanya dari kebodohan
dan keterbelakangan akibat penjajahan. Oleh karena itu, mereka mendirikan
organisasi-organisasi yang bertujuan memajukan bangsanya.
Dalam
sudut pandang Islam klasik, revolusi memiliki konotasi buruk yaitu
menggulingkan tatanan yang didirikan oleh orang beriman. Menurut Datuk Imam
Marzuki dalam tulisannya, Istilah tersebut sering digunakan untuk merujuk
revolusi yang berarti (1) fitnah (godaan, hasutan, perselisihan menentang
Allah); (2) ma’siyah (ketidakpatuhan, pembangkangan, perlawanan, pemberontakan);
(3) riddah (berpaling atau memunggungi). Dalam perkembangan berikutnya,
revolusi dimaknai sebagai pemberontakan terhadap Islam, yang mereka beri nama
kharij (jamak dari khawarij) yang berarti keluar. Sedangkan dalam wacana Islam
kontemporer yang mendasarkan pada ilmu-ilmu sosial, revolusi dimaknai sebagai
pemberontakan menentang otoritas yang terpilih. Istilah modern untuk revolusi
dalam bahasa Arab adalah tsaurah yang makna akar katanya berarti menghamburkan
debu.Na mun demikian secara umum revolusi diartikan sebagai perubahan yang
cepat pada budaya politik yang ada.
Dalam
teori revolusi, Karl Marx mengatakan bahwa perkembangan masyarakat di tingkat
kekuatan produksi material masyarakat berada dalam pertentangan dengan
keberadaan hubungan produksi di tempat mereka bekerja. Bentuk perkemhangan
kekuatan produksi itu lantas berubah menjadi pengekangan (penindasan). Konflik
antara kekuatan produksi baru dengan hubuugan produksi lama itulah yang menjadi
gerakan revolusi. (Kartodirdjo,Sartono, Pemberontakan Petani
Banten, 1888).
Itulah
Revolusi, begitu cepat dan mendasar bahkan bisa dibilang menimbulkan chaos yang berdarah-darah seperti yang
terjadi di Prancis. Lalu apakah kita siap, dengan kata-kata itu?, siap untuk
berdarah-darah karena bersifat merubah sessuatu dari dasar dan cepat tanpa
bertele-tele lewat pemilihan umum, maupun konstitusi yang demokrasi?. Kiranya
setelah berkontemplasi ada rasa berpikir ulang untuk melaksanakan kata-kata
itu, bahkan mungkin malah menambah daya genjot untuk melaksanakan revolusi itu
sendiri.
Revolusi
dan revolusiner memberikan pecutan keras akan bergantinya pemegang kekuasaan,
lalu apakah betul seperti itu? pernyataan akan revolusi ini menimbulkan
enigma bagi masyarakat khususnya mahasiswa sebagai Agent of Change, jikalau betul bahwa (R) besar itu berdefinisi
mengkudeta, begitu kerdilnya pemikiran kita dan sumbunya terlalu pendek untuk
dibahas dan seakan-akan hanya konsep dramaturgi untuk keuntungan setiap
golongan bahkan orang-orang dibalik layar. Pengalaman kita menunjukan revolusi
tidak memiliki basis ideologi yang mendasar, dan hanya ada keberanian , dan
kemarahan yang menggebu-gebu tidak terukur dan terarah dengan didasari
taklid-taklid buta. Kita semua pasti suatu saat akan membutuhkan (R) besar itu
namun harus didasari kesadaran yang ber-Ketuhanan, keadilan, ketaqwaan dengan
landasan nilai kejujuran untuk kepentingan publik.
Revolusi
yang kita pakai adalah revolusi damai, tanpa ada stigmatisasi golongan dan
individu. Bukan untuk menggulingkan, memecah persatuan, membuat konflik dengan
tujuan disintegrasi walaupun seakan-akan dibalut dengan demi persatuan dan untuk
perubahan yang baik. Kita harus bersikap kritis dan dapat menangkap tujuan itu
dengan seksama dengan intelektualitas kita, dengan kemanusiaan kita, dan dengan
sikap negarawan.
Kita
harus melihat dengan kacamata konstitusi kita, khususnya konstitusi dan/atau
AD/ART HMCH itu sendiri, karena efeknya begitu kompleks. Kita akan merubah
semuanya, jikalau revolusi yang diinginkan. Karena itu, kita harus cakap unntuk
melihat urgennsinya dimana?, dan janga sampai ber taklid buta untuk merevolusi
sesuatu. Cukuplah kita merubah beberapa perubahan dan itupun bukan untuk
kepentingan golongan, dan langkah tersebut adalah revolusi damai dengan ikut
serta membangun HMCH lewat dan ikut dalam sistem konstitusi HMCH.
Akhirnya kita ada di persimpangan jalan, disini
ada dualisme Revolusi yang kita tafsirkan karena secara politik Revolusi
berarti adanya penghancuran dan menggulingkan pemerintahan dan menggantikanya
untuk kepentingan golongan tertentu. Sedangkan Revolusi secara akal sehat
berarti melakukan perubahan cepat dan mendasar baik dalam konstitusi, culture bahkan tujuan organisasi dengan
arti perubahan untuk melindungi, mensejahterakan, dan untuk keadilan bersama
khususnya merevolusi diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar