Kamis, 07 Desember 2017

Revolusi?

Revolusi?

Dewasa ini kata revolusi makin riuh terdengar , mendayu-dayu namun tajam, keras dan tabu terdengar di telinga mahasiswa baru, bahkan sekalipun untuk mahasiswa tingkat akhir. Gagasan revolusi juga masuk dalam formatur tubuh HMCH (Himpunan Mahasiswa Civics Hukum),  seakan-akan ada implikasi ceremonial akan munculnya pemimpin baru yang dapat, merubah dan mensejahterakan kolega-kolega kita di HMCH.
Lalu, apa itu Revolusi? Begitu komprehensif jika dibahas, namun Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia revolusi adalah perubahan ketatanegaraan (pemerintahan atau keadaan sosial), yang dilakukan dengan kekerasan (seperti dengan perlawanan bersenjata) atau perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang:. Begitu hebatnya kata-kata itu, begitu indah bagi sebagian orang, begitu cemerlangnya, dan bagi sebagian orang begitu mencekam kata-kata itu, ada sisi trauma dan phobia, bahkan dapat mengungkit masalalu kelam dan menjadi titik kulminasi dari keinginan dan cita-cita.
Revolusi muncul dimana-mana, salah satunya adanya revolusi Prancis (1789-1799) Pada saat itu, keadaan keuangan negara Perancis kosong karena dihambur-hamburkan oleh raja bersama permaisurinya yang bernama Maria Antoinette. Golongan pajak dan golongan agama tidak membayar pajak karena sebelumnya tidak wajib pajak. Akibatnya, rakyat yang menanggung beban berbagai macam pajak.
Tujuan Revolusi Perancis sendiri bertujuan untuk menumbangkan kekuasaan raja yang bersifat monarki absolut (feodal). Revolusi Perancis didukung dengan semboyan kebebasan, persamaan, dan persaudaraan (liberte, egalite, dan fraternite). Hingga meletusnya Revolusi Perancis Pada tanggal 14 Juli 1789, rakyat yang marah menyerbu Penjara Bastille. Mereka membubarkan semua tahanan politik yang seluruhnya berjumlah tujuh orang, membunuh penjaga penjara dan para pejabatnya serta merebut amunisi yang tersimpan di penjara tersebut.
Dampak Revolusi Perancis adalah  munculnya paham nasionalisme. Kemudian munculnya paham demokrasi.  Munculnya perlindungan hak asasi manusia. Munculnya golongan terpelajar akibat adanya politik etis. Golongan terpelajar inilah yang peduli akan nasib bangsanya. Mereka ingin menyelamatkan bangsanya dari kebodohan dan keterbelakangan akibat penjajahan. Oleh karena itu, mereka mendirikan organisasi-organisasi yang bertujuan memajukan bangsanya.
Dalam sudut pandang Islam klasik, revolusi memiliki konotasi buruk yaitu menggulingkan tatanan yang didirikan oleh orang beriman. Menurut Datuk Imam Marzuki dalam tulisannya, Istilah tersebut sering digunakan untuk merujuk revolusi yang berarti (1) fitnah (godaan, hasutan, perselisihan menentang Allah); (2) ma’siyah (ketidakpatuhan, pembangkangan, perlawanan, pemberontakan); (3) riddah (berpaling atau memunggungi). Dalam perkembangan berikutnya, revolusi dimaknai sebagai pemberontakan terhadap Islam, yang mereka beri nama kharij (jamak dari khawarij) yang berarti keluar. Sedangkan dalam wacana Islam kontemporer yang mendasarkan pada ilmu-ilmu sosial, revolusi dimaknai sebagai pemberontakan menentang otoritas yang terpilih. Istilah modern untuk revolusi dalam bahasa Arab adalah tsaurah yang makna akar katanya berarti menghamburkan debu.Na mun demikian secara umum revolusi diartikan sebagai perubahan yang cepat pada budaya politik yang ada.
Dalam teori revolusi, Karl Marx mengatakan bahwa perkembangan masyarakat di tingkat kekuatan produksi material masyarakat berada dalam pertentangan dengan keberadaan hubungan produksi di tempat mereka bekerja. Bentuk perkemhangan kekuatan produksi itu lantas berubah menjadi pengekangan (penindasan). Konflik antara kekuatan produksi baru dengan hubuugan produksi lama itulah yang menjadi gerakan revolusi. (Kartodirdjo,Sartono, Pemberontakan Petani Banten, 1888).
Itulah Revolusi, begitu cepat dan mendasar bahkan bisa dibilang menimbulkan chaos yang berdarah-darah seperti yang terjadi di Prancis. Lalu apakah kita siap, dengan kata-kata itu?, siap untuk berdarah-darah karena bersifat merubah sessuatu dari dasar dan cepat tanpa bertele-tele lewat pemilihan umum, maupun konstitusi yang demokrasi?. Kiranya setelah berkontemplasi ada rasa berpikir ulang untuk melaksanakan kata-kata itu, bahkan mungkin malah menambah daya genjot untuk melaksanakan revolusi itu sendiri.
Revolusi dan revolusiner memberikan pecutan keras akan bergantinya pemegang kekuasaan, lalu apakah betul seperti itu?  pernyataan akan revolusi ini menimbulkan enigma bagi masyarakat khususnya mahasiswa sebagai Agent of Change, jikalau betul bahwa (R) besar itu berdefinisi mengkudeta, begitu kerdilnya pemikiran kita dan sumbunya terlalu pendek untuk dibahas dan seakan-akan hanya konsep dramaturgi untuk keuntungan setiap golongan bahkan orang-orang dibalik layar. Pengalaman kita menunjukan revolusi tidak memiliki basis ideologi yang mendasar, dan hanya ada keberanian , dan kemarahan yang menggebu-gebu tidak terukur dan terarah dengan didasari taklid-taklid buta. Kita semua pasti suatu saat akan membutuhkan (R) besar itu namun harus didasari kesadaran yang ber-Ketuhanan, keadilan, ketaqwaan dengan landasan nilai kejujuran untuk kepentingan publik.
Revolusi yang kita pakai adalah revolusi damai, tanpa ada stigmatisasi golongan dan individu. Bukan untuk menggulingkan, memecah persatuan, membuat konflik dengan tujuan disintegrasi walaupun seakan-akan dibalut dengan demi persatuan dan untuk perubahan yang baik. Kita harus bersikap kritis dan dapat menangkap tujuan itu dengan seksama dengan intelektualitas kita, dengan kemanusiaan kita, dan dengan sikap negarawan.
Kita harus melihat dengan kacamata konstitusi kita, khususnya konstitusi dan/atau AD/ART HMCH itu sendiri, karena efeknya begitu kompleks. Kita akan merubah semuanya, jikalau revolusi yang diinginkan. Karena itu, kita harus cakap unntuk melihat urgennsinya dimana?, dan janga sampai ber taklid buta untuk merevolusi sesuatu. Cukuplah kita merubah beberapa perubahan dan itupun bukan untuk kepentingan golongan, dan langkah tersebut adalah revolusi damai dengan ikut serta membangun HMCH lewat dan ikut dalam sistem konstitusi HMCH.

 Akhirnya kita ada di persimpangan jalan, disini ada dualisme Revolusi yang kita tafsirkan karena secara politik Revolusi berarti adanya penghancuran dan menggulingkan pemerintahan dan menggantikanya untuk kepentingan golongan tertentu. Sedangkan Revolusi secara akal sehat berarti melakukan perubahan cepat dan mendasar baik dalam konstitusi, culture bahkan tujuan organisasi dengan arti perubahan untuk melindungi, mensejahterakan, dan untuk keadilan bersama khususnya merevolusi diri sendiri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komunikasi Politik “untuk” MAPACH (Mahasiswa Pecinta Alam Civics Hukum)

Komunikasi Politik “untuk” MAPACH (Mahasiswa Pecinta Alam Civics Hukum) Melihat komunikasi politik pada kegunaannya yaitu : “Untuk me...