Resolusi ke Resolusi menuju Pengadilan Terakhir
Surat Al-Ma'idah Ayat 21
يَا قَوْمِ ادْخُلُوا
الْأَرْضَ الْمُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا عَلَىٰ أَدْبَارِكُمْ
فَتَنْقَلِبُوا
خَاسِرِينَ
Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah
ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut
kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi.
Suara
Ayah dan Ibu terdengar mengiang ditelinga hingga membuatku tersenyum-senyum
sendiri, bukan hadiah ataupun tentang sepatu baru, yang kuingat Ayah
mengucapkan kalimat “Namanya, Kota Jerusalem, tempat indah dan suci yang
dilupakan ummat Islam”. Ketika aku kecil Jerussalem begitu mempesona, dan
begitu di imaginer di pikiran terdalam kepalaku seakan-akan menimbulkan enigma,
inikah yang diebut negeri dongeng ?. Baru-baru ini aku sadar, Jerusalem begitu
indah jika diucapkan oleh ayahku, dan bukan dari media cetak dan media
elektronik ataupun Jerusalem itu sendiri jika ia dapat berucap dan menceritakan
semuanya kepada kita, yang impulsif senyum di wajah kita seketika hilang, dan
berubah menjadi kecemasan, kemarahan, kesedihan, bahkan dendam yang dibalut
dengan 1001 pertanyaan.
Jeruslem
adalah simbol. Sebuah simbol memiliki kekuatan yang sedemikian dahsyat bagi
pemilik simbol tersebut. Apalagi simbol Agama, ia lebih dari sekedar simbol
biasa. Jerusalem adalah simbol agamaa besar bagi tiga iman Ibrahimi. Jerusalem
adalah pusat agama Yudaisme, jerusalem adalah kota suci ketiga bagi agama
Islam, dan jerusalem adalah tempat kejadian peristiwa utama bagi agamaa
kristen, dimana ada simbol penyaliban Yesus dan kenaikan ke Surga. Alan
Dershowitz dalam The Case for Peace, How
The Arab-Israeli Conflict Can Be Resolved, menulis bahwasanyaa sulit untuk
membagi Jerusalem karena demografi tidak mudah untuk dirubah menjadi peta
politik. Dengan itu resolusi-resolusi dikeluarkan untuk menjaga kontinuitas
demografi dan peta politik Jerusalem menuju perdamaian Isrel daan Palestina
secara.
Resolusi
yang pertama di keluarkan Majelis Umum PBB yaitu pada tanggal 4 Juli 1967,
dimana Pakistan mengajukan rancangan resolusi yang di tandatangani oleh 99
Negara anggota dan 20 negara memilih abstain. Resolusi yang kedua diterbitkan
Dewan Keamanan, yaitu resolusi nomor 162, diterbitkan pada tanggal 11 April
1961 agar melaksanakan gencatan senjata antara Israel dan Yordania, hingga
berlanjut ke resolusi no. 242, 250,271, hingga resolusi yang diterbitkan pada
tanggal 21 Agutus 1980 dimana dewan menerbitkan resolusi 476 (1980) yang
didukung oleh 14 suara dan tidak ada yang menentang kecuali (Amerika Serikat).
Dewan menegaskn dalam resolusi ini bahwa semua langkah yang mengubah karakter
geografik, demografik, dan sejarah status Jerusalem dibatalkan dan tidak
berlaku serta harus disahkan secara hukum.
Pada hari Rabu,tgl/06/12/2017 dunia gempar
dengar pernyatan Donald Trump didampingi wakilnya Mike Pence yang menyebut
Jerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dan menyiapkan dokumen-dokumen untuk
persutujuan yang akan ditandatangani di ruang penerimaan diplomatik, Gedung
Putih, Washington. Peryataanya membuat gempar para pemerintah dunia dan
masyarakat dunia sebagai entitas dari penjaga kedamaian Jerusalem, bagaimanapun
Jerusalem bukan sekedar pembahasan pengakuan de facto dan de jure tapi
disana ada iman yang mendasarinya. Keputusan Presiden AS, Donald Trump
seakan-akan menutup pintu resolusi-resolusi yang dikeluarkan oleh Majelis umum
PBB dan Dewan Keamanan PBB menuju ke pengadilan akhir yang final, bahwasannya
Jerusalem miki Israel.
Presiden
Mahmoud Abbas, dikutip dari media cetak elektronik (TribunNews) mengatakan, tak
tinggal diam dengan sikap AS, karena menurutnya dengan begitu AS mencabut
menjadi negara yang berperan dalam mediator perdamaian Israel dan Palestinaa
selama satu dasawarsa ini.
“Langkah-langkah yang menyedihkan dan tidak dapat
diterima ini merupakan hal yang secara sengaja melemahkan semua upaya
perdamaian,"
katanya dalam pidato televisi yang telah direkam
sebelumnya. Dia menegaskan bahwa Yerusalem adalah 'ibukota abadi negara
Palestina. Hal yang sama diteriakan oleh Ismail Haniyeh, pemimpin Hamas,
kelompok Palestina yang menguasai Jalur Gaza, mengatakan:
"Rakyat Palestina kami di mana pun tidak akan
membiarkan persekongkolan ini berlalu, dan pilihan mereka terbuka untuk membela
tanah dan tempat-tempat suci mereka."
Seorang juru bicara kelompok tersebut mengatakan bahwa
keputusan tersebut akan "membuka gerbang neraka bagi kepentingan AS di
wilayah ini".
Sedangkan
dipihak Israel, walupun sangat diuntungkan oleh klaim sepihak AS yang
dikumandangkan oleh Donald Trump bukan berarti mereka diam dan berpura-pura
bodoh. Dikutip dari (Bangka Tribun News) Perdana Menteri Israel Benjamin
Netanyahu mengatakan bahwa pengumuman Presiden itu Trump adalah sebuah 'monumen
bersejarah.' Dia menyebut hal itu merupakan keputusan yang 'berani dan adil.' Disebutkannya,
pidato tersebut merupakan "langkah penting menuju perdamaian, karena tidak
akan ada perdamaian yang tidak mencakup Yerusalem sebagai ibu kota Negara
Israel". Dia mengatakan bahwa kota tersebut telah "menjadi ibu kota
Israel selama hampir 70 tahun". Menteri Pendidikan Naftali Bennett juga
memuji keputusan tersebut, dengan mengatakan, "Amerika Serikat telah
menambahkan batu bata lain ke dinding Yerusalem, ke dasar negara Yahudi,"
dan mendesak negara-negara lain untuk mengikuti jejak Trump.
Ketika
Mediator tidak mampu lagi bersikap bijak, dan memihak dengan sebelah tangan
maka hasilnya kebijakan yang diambil akaan melukai pihak lain. Menurut Mochtar
Kusumaatmadja “Hukum tanpa Kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum
adalah kelaliman”. AS sebagai mediator dan negara adidaya menyalahgunakan
kekuasaan, membuat keputusan yang hanya berpatokan kepada Cause Final dan tidak mau melihat efek sampingnya. Bahkan Trump
terbilang sebagai pemimpin yang penakut. Trump tidak berani melihat sesuatu
dengan lebih jauh dan bersikap defensif sehingga keputusan dari kebijakannya
bersifat subjektif.
Aneksasi
Jerusalem Timur oleh pihak Israel pada perang enam hari Tahun 1967 adalah
pemicu konflik. Israel memang berhasrat untuk berkonflik dengan Palestina dan
dunia yang didasari keinginan mereka untuk menjadikan Jerusalem sebagai Ibu
Kota Israel secara penuh. Seperti yang disebutkan PM pertama David Ben-Gurion
pada tanggal 5 Desember 1949, dimana posisi Jerusalem terbagi antara Jerusalem
Timur dikuasai oleh Yordania dan Jerusalem Barat oleh Israel. Setelah Perang
enam hari usai, maka Jerusalem Timur direbut Israel dan dimulainya pengukuhan
statusnya sebagai ibu kota negara dalam UUD Israel Tahun 1980. Semenjak dahulu
sampai detik ini, Palestina dan dunia internasional tidak akan pernah diakui
dan bahwasanya Jerusalem milik palestina. Pernah Israel mengalah dan
memindahkan ibu kotanya ke Tel Aviv akibat tekanan negara Timur tengah dengan
ancaman penarikan kedutaan dan kecaman dari masyarakat dunia internasional.
Israel
Selalu menyatakaan bahwa posisi legal mereka atas jerusalem berasal dari mandat
Palestina (Palestine Mandate, 24 Juli
1922). Yang mana PBB mengakui hubungan historis bangsa Yahudi dengan
Paletina dan menghendaki agar menjadikan Palestina sebagai “National Home bangsa Yahudi”. Kita hidup
dimana perjanjian bahkan lembaran hukum negara sekalipun dijadikan alat tipu daya
untuk membuat mata kita buta hingga bisa di langgar kapan saja. Perjanjian Oslo
seakan menjadi perjanjian damai, lalu damai bagi pihak Israel tidak pernah
muncul dengan kebijakan yang menguntungkan kedua belah pihak, melainkan selalu
sepihak dan terlihat acuh akan egonya. Tahun 1967 terjadi kisah memilukan
sekaligus memalukanya peradaban mhanusia yang begitu Corrupted (busuk), dimana Israel membangun tembok perbatasan yang
secara tidak sah karena menjorok ke wilayah Palestina dan mengakibatkan kurang
lebih 200.000 warga Palsetina kehilangan Tanah Airnya.
Kemanakah
Dewan PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa)?, begitu lemah perananya dalam perdamaian
dunia bahkan ironi sekali dimana PBB diisi oleh negaraa-negara di dunia ini.
Mereka mirip burung Kakak tua yang hanya bisa meniru dan melanjutkan cuitan
kegelisahan masyarakat dunia internasional, namun enggan bergerak. Dalam
Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa, PBB bukan merupakan suatu
pemerintahan dunia ataaupun badan legislatif untuk masyarakat dunia. Walaupun
dalam pasal 10 piagam PBB, mempunyai kekuatan sebagai anjuran kepada
negara-negara anggota, ditekankan kembali hanya sebagai penganjuran yang
adakalanya mempunyai kekuatan yang jauh melebihi arti formal keputusan
sebagaimana yang tertuang dalam piagam.
Menurut Mochtar Kusuaatmadja Pengaruh besar
yang dimiliki majelis PBB sebagai lembaga yang mempunyai Quasi Legislative. Jika ditinjau dari setiap resolusi maajelis umum
PBB yang dihadiri lebih dari 120 negara anggota, sehaarusnya dapat mendesak
dengan mempengaaruhi pendapat sesuatu secara umum. Terlebih jika bersangkutan
dengan HAM yang tidak dapat tegak di Palestina, kebebasan akan kemerdekaan
setiap bangsa dan negara atas wilayah dan kekayaan alamnya. Communis Opinion yang dikelurkan PBB dan
berakhir di buatnya keputusan akan membuat kedamaian dan membuat perjanjian
Internasional kuat dan adil dalam berkehidupan negara di dunia. Sejatinya
mengenai persoalan menyangkut hukum resolusi tadi perananya penting dalam
membentuk unsur psikologis dalam hukum kebiasaan.
Okupasi
yang dilakukan oleh Israel kepada Palestina selalu saja didasari tuntutan
sejarah ataupun faktor ekonomi. Padahal idealnya negara dan bangsa dapat dan
mampu mentukan nasib sendiri (Self
determination), yang berlanjut kepada (Geographical
contiguity). Palestina butuh dukungan secara de jure dan de facto
untuk mengembalikan kedaulatannya, bukanya mereka tak mampu tapi mereka berada
dalam kondisi lemah. Di hasut dengan lusinan Resolusi yang jutru merugikan
mereka. Memang benar adanya suatu negara mempunyi kemungkinan besar untuk dapat
menambah luas wilayah negaranya, melalui Akresi, Cessi, Okupasi, Preskripsi,
dan perolehan wilayah secara paksa atau kita kenal Aneksasi.
Resolusi
yang berisi bom waktu Aneksasi disodorkaan dimuka dunia inernasional agar
Israel dan Paletina mau untuk tunduk dengan damai. Tapi apa daya, bahkan PM
David Ben-Gurion menolak dan dengan jelas menyatakan bahwa “Kami tidak lagi
menghormati resolusi PBB pada tgl 29 November” yang berakhir dengan penghapusan
resolusi PBB tgl 29 November secara sepihak dinggap tidak ada. Yasser Arafat
dalam pidaatonya di Harvard University, 1955 mengatakan “ mengapa Jerusalem
tidak dijadikan ibu kot kedua negara, tanpa tembok berlin?, bersatu, terbuka,
hidup berdampingan secara damai, hidup bersama”. Paus Yohanes Paulus II, pernah
juga menyatakan, “No peace without
justice, no justice without forgivnes!”. Inilah akhir dari resolusi
Palestina dan Israel dekat menuju kepada keputusan akhir ataupun itu
keputusasaan yang diserahkan kepada pengadilan akhir.
“Saya tidak akan menyutujui kedaulatan Israel atas
Jerusalem, baik di wilayah armenia, atupun di masjid AL-Aqsha, baik atas Via
Dolorossa maupun atas Gereja Kudus Makam Kristus. Merek dapat menduduki kami
dengan menggunakn kekuatan militer, karena sekarang kami lemah, tetapi dalam dua
taahun, sepuluh tahun, atau seratus tahun, akan ada seseorang yang akan
membebaskan Jerusalem (dari mereka).”
(Yaser Arafat)
Dengan demikian, perundingan Camp David gagal total.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar